Selasa, 18 September 2018

SINOPSIS NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN


ANALISIS SINOPSIS PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN
KARYA ABIDAH EL KHALIEQY



Anisa Nuhaiyyah adalah seorang anak kiai dari sebuah pondok pesantren di Jawa Timur. Nama yang memiliki arti perempuan yang berakal, yang berpandangan luas. Sejak kecil Anisa ingin sekali belajar naik kuda. Ia ingin menjadi seperti Hindun binti Athaba yang mahir naik kuda dan menderap kian ke mari di padang pertempuran. Selain Hindun, ia juga ingin menjadi seperti putri Budur yang memimpin pasukan Raja Kamaruzzaman, sedangkan para lelaki perkasa seperti anak ayam di belakang ekor induknya.
Anisa mempunyai paman bernama Khudori. Dengannya Anisa belajar naik kuda dan memperoleh kisah-kisah perjuangan wanita, meskipun ia dilarang belajar naik kuda oleh ayahnya dengan alasan naik kuda hanya boleh dilakukan oleh laki-laki. Diam-diam Anisa mengagumi sosok pamannya itu. Begitu juga dengan Khudori, menyukai Anisa yang terpaut usia jauh dengannya. Setamat mondok di Gontor, Khudori cuti setahun dan melanjutkan beasiswanya di Al-Azhar, Kairo. Kepergian sementara Khudori itu menyisakan kerinduan dan kekosongan hari-hari Anisa. Selama ini Khudori tinggal di rumah Anisa sehingga sangat dekat dengan keluarga itu, terutama Anisa sendiri.
Pondok Pesantren Putri yang didirikan oleh ayah Anisa, KH. Hanan Abdul Malik, memang memiliki cita-cita dan harapan untuk mendidik dan menjadikan para remaja putri agar menjadi kaum muslimah yang berguna bagi negara dan bangsa. Namun, pada prakteknya selalu menekankan pendidikan akhlak bagi perempuan, khususnya akhlak perempuan dalam bermasyarakat dan berumah tangga.
Anisa selalu disuruh berkutat dengan pekerjaan wanita, seperti urusan dapur. Tidak seperti kedua kakaknya, Rizal dan Wildan, yang bebas melakukan hal kesukaan mereka. Hal tersebut membuat Anisa merasa kedua orangtuanya tidak adil dengan perlakuan yang berbeda kepada anak laki-laki dan perempuannya. Ia mendapatkan materi di pondok yang mengatakan wanita lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki, baik dari segi amal agama, pendidikan, dan sebagainya. Hal tersebut membuat Anisa bertanya-tanya mengapa wanita dibedakan dengan laki-laki, padahal mereka sama-sama makhluk ciptaan Allah dan juga mendorongnya untuk merombak perlakuan yang membedakan wanita dengan laki-laki itu.
Pada suatu waktu ada keluarga yang melamar Anisa untuk anaknya, Samsudin. Awalnya, orangtua Anisa menolak karena Anisa masih terlalu kecil dan belum mengerti apa-apa. Namun, ayah Samsudin yang merupakan teman karib Kiai Hanan ketika mondok mengatakan akan menunggu Nisa sampai waktunya. Sampai pada saat Anisa baligh dan Samsudin diwisuda, pernikahan tanpa cinta itu pun dilangsungkan.
Selama menikah dengan Samsudin, Anisa tidak pernah mendapat kebahagiaan dan perlakuan yang baik, ia mendapat perlakuan kasar yang tidak manusiawi dari suaminya. Malah karena Anisa dianggap mandul, Samsudin menikah lagi dengan seorang janda yang bernama Kalsum dan mempunyai anak yang dinamai Fadilah. Kisah pahitnya itu Anisa ceritakan pada Khudori lewat surat. Ia ingin menceritakan kepada ibunya, tapi takut ibunya tidak akan percaya dan menyuruhnya bersabar karena kodrat wanita adalah tetap bersabar dalam keadaan apapun.
Selang beberapa waktu kemudian Khudori pulang dari Kairo. Dengan bantuan Khudori, Anisa menceritakan kehidupannya selama menikah dengan Samsudin kepada ibunya, Hj. Mutma’inah. Betapa terkejutnya ia mendengar cerita Anisa. Begitu pun dengan ayahnya, hingga terserang darah tinggi saat mendengar kabar tersebut. Meskipun sakit, ayahnya tetap merundingkan dengan keluarga tentang masalah yang tengah dialami Anisa dan bagaimana mencari jalan keluarnya.
Keluarga Anisa mengirim Kiai Shaleh untuk merundingkan masalah dalam pernikahan Anisa dan Samsudin dengan pihak keluarga Kiai Nasiruddin. Setelah melalui beberapa perundingan yang tidak menemui titik temu, akhirnya disepakati perceraian Anisa dengan Samsudin. Akhirnya Anisa menyandang status janda. Ia menjadi semakin dekat dengan Khudori dan sering pergi berdua mencari angin segar. Orang-orang yang melihatnya meyangka ada hal-hal yang tidak wajar di antara Anisa dan Khudori, sampai pada akhirnya kabar itu terdengar oleh ibu Anisa. Meskipun mereka bersaudara, tapi status Anisa yang janda membuat orang-orang curiga hubungan mereka lebih dari itu. Sejak itu, Khudori pergi dari rumah Anisa dan kembali ke kampung halamannya.
Anisa yang masih menggebu menuntut ilmu, melanjutkan kuliahnya di Jogja dan mengambil jurusan filsafat. Pada suatu waktu, Khudori mengunjunginya di tempat kos dan mengajak Anisa menikah. Kemudian mereka pun direstui dan melangsungkan pernikahan yang membawa kebahagiaan bagi keduanya.
Dalam masa pernikahannya dengan Khudori, Anisa mendapat surat dari Kalsum yang mengatakan Samsudin masih menaruh dendam pada Anisa dan Khudori. Samsudin merasa Anisa telah menipu selama menikah dengannya, Anisa masih menjalin hubungan dengan Khudori. Maka dari itu, Kalsum meminta Anisa untuk berhati-hati.
Selama beberapa tahun menikah, Anisa belum juga dikaruniai momongan. Hal itu membuat berbagai gunjingan menimpa dirinya. Ia mencoba bersabar. Sampai pada suatu hari ia mendengar kabar bahwa Khudori pernah menikah di Berlin dan punya seorang anak. Dan karena Anisa mandul, Khudori berniat untuk rujuk kembali dengan istri pertamanya. Hal itu membuat Anisa dibakar rasa cemburu. Khudori yang memiliki sikap tenang mencoba menjelaskan kebenaran kabar itu, tapi Anisa terlanjur cemburu dan kecewa sehingga menutup penjelasan apa pun dari suaminya.
Pada sebuah acara konferensi perempuan muslim internasional, Anisa bertemu dengan peserta dari Yordania, bernama Loubna el Huraybi yang merupakan teman akrab Khudori ketika di Berlin. Kepadanya Anisa menanyakan perihal kebenaran kabar pernikahan Khudori. Loubna mengaku tidak pernah mengetahui pernikahan itu. Sejak itu Anisa ragu akan kebanaran kabar pernikahan suaminya, sampai ia kembali mengingat pesan Kalsum yang menyuruhnya untuk hati-hati. Ternyata itu adalah tingkah Samsudin yang menebar fitnah untuk merusak rumah tangga Anisa.
Anisa meminta maaf pada Khudori. Hubungan mereka kembali harmonis dan semakin mesra. Tak lama kemudian Anisa hamil dan melahirkan seorang anak yang mereka namai Mahbub. Anisa dan Khudori dengan membawa Mahbub menghadiri sebuah acara pernikahan teman sekolah. Secara tidak sengaja mereka bertemu dengan Samsudin dan Kalsum yang juga membawa Fadilah. Anisa melihat masih ada dendam dari mata Samsudin. Namun, ketenangan Khudori meredam kecurigaannya. Sampai pada suatu hari, Anisa mendapat kabar dari rumah sakit yang mengabarkan bahwa Khudori mengalami kecelakaan dan sedang dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Sardjito. Khudori yang megalami kritis tidak kuat dan akhirnya meninggal dalam keadaan tersenyum dan tenang.
Anisa yang telah memiliki Mahbub awalnya sangat terpukul dan tidak percaya bahwa suaminya meninggal. Tapi kepergian jasad suaminya itu tak memutuskan kebersamaan jiwa mereka. Anisa tetap berjuang memperjuangkan nasib kaumnya yang masih dianggap lemah.



1.    Tema
Novel Perempuan Berkalung Sorban ini mengangkat tema tentang sosial yang menceritakan seorang perempuan yang dibedakan dengan laki-laki dalam kehidupan sosialnya, baik dari segi pendidikan, hak, dan sebagainya. Selain tema sosial, di dalam novel ini pun terdapat nila-nilai religi yang dapat memberi pelajaran dan hikmah bagi para pembacanya.
Nilai sosial yang terdapat dalam novel ini tergambar dari cerita yang menjelaskan kedudukan dan derajat perempuan di bawah laki-laki, sehingga hak dan perlakuan perempuan sangat berbeda dengan laki-laki. Wanita tidak diwajibkan sekolah tinggi, berbeda dengan laki-laki yang terus menuntut ilmu setinggi-tingginya. Prinsip lama masih dianut, yaitu perempuan hanya akan berkutat dengan dapur dan urusan rumah tangga. Jadi, tidak perlu sekolah tinggi dan atau mempunyai gelar. Dalam berpendapat pun, perempuan dugambarkan lebih lemah dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya di muka umum. Hal tersebut mungkin karena menganut prinsip perempuan hanya bersifat sabar dan menunggu.
Novel ini berlatar agama Islam. Nilai-nilai agama yang terkandung di dalamnya, yaitu penceritaan yang menggunakan latar pondok pesantren yang kental dengan aturan-aturan agama. Santri belajar agama dan dididik untuk menjadi muslimah yang berguna.
Banyak juga pelajaran tentang agama yang dapat diambil dari novel ini, seperti ilmu tajwid, kisah-kisah perjuangan wanita pada zaman peperangan dulu, dan bahasa Arab. Di dalam novel ini ada beberapa dialog yang menggunakan bahasa Arab yang bisa dijadikan sebagai bahan belajar.
Perjuangan dan pergolakan yang dilakukan Anisa menggambarkan betapa timpangnya masalah sosial yang terdapat di dalam novel tersebut. Pemberontakan Anisa itu menimbulkan sedikit perubahan pada pola pikir wanita yang tidak mempunyai keberanian dalam menghadapi tantangan hidup.
2. Alur
Alur yang terdapat di dalam novel ini yaitu alur mundur, di mana cerita disampaikan dari waktu yang telah terjadi (lampau). Tokoh Anisa yang merupakan tokoh sentral dalam novel ini berperan sebagai orang yang serba tahu tentang inti cerita yang ia sampaikan kepada pembaca. Di dalam novel, cerita berawal dari kenangan masa lalu Anisa yang kemudian berlangsung sampai suaminya meninggal. Cerita yang demikian disebut dengan menggunakan alur mundur. Berbeda dengan alur maju. Alur maju adalah cerita yang berjalan mulai dari awal sampai akhir cerita yang waktu dan tempat sedang terjadi, sedangkan alur mundur adalah cerita yang mengulas kembali masa, kenangan, atau cerita yang telah pernah terjadi dan kemudian diceritakan kembali.

4.      Latar
Latar yang terdapat dalam novel ini terdiri atas latar tempat, waktu, dan suasana.
a. Latar Tempat
1)        Lereng pegunungan di dusun kecil
Semasa kecil Anisa sering bermain-main di bawah lereng pegunungan di daerah tempat tinggalnya.
Kutipan: Gemercik air tak henti mengalir, mengisi kolam dan blumbang. Sungai-sungai kecil melengkungkan tubuhnya seperti sabit para petani yang menunggu musim panen. Sawah dan ladang berundak-undak seakan tangga untuk mendaki ke dalam istana para peri. Semilir angin selalu datang dan pergi, tak pernah bosan menghias diri di pucuk-pucuk dedaunan. Bunga-bunga liar mekar tanpa disiram, menawarkan keindahan alam di lereng pegunungan, di dusun kecil yang terpisah dari keramaian, tempat bermain masa kanakku yang tak pernah kulupakan. (Khalieqy: 1)
2)         Kelas sekolah Anisa
Ketika di kelas Anisa masih memikirkan perkataan kakaknya, Rizal, ketika sarapan pagi di rumah sebelum berangkat sekolah yang mengatakan urusan laki-laki tidak perlu diketahui perempuan.
Kutipan:
Di dalam kelas, selagi aku masih merenung-renung perkataan Rizal, pak guru bahasa Indonesia menyuruhku mengulang kalimat. (Khalieqy: 10)
3)         Semak perdu dan kamar mandi rumah keluarga Anisa
Ketika kecil, Anisa bermain ke blumbang dengan Rizal yang mengakibatkan Rizal pulang dengan basah kuyup. Mereka pulang dan langsung menuju kamar mandi agar tidak diketahui ayah mereka.
Kutipan:
Dengan mengendap, kami melangkah melintasi semak dan perdu. Lalu masuk ke kamar mandi dengan hati-hati. (Khalieqy: 5)
4)         Ruang tengah
Di ruang tengah rumah Anisa, ia tertawa dan bercanda dengan Khudori.
Kutipan:
Karuan saja lek Khudori terbahak-bahak membuat ibu dan bapak terkejut, lalu mendatangi kami berdua yang sedang berada di ruang tengah dan menengok apa yang telah terjadi. (Khalieqy: 35)
5)         Depan kamar mbak May
Ketika acara khataman, Anisa menyusup dari kerumunan tamu dan pergi menyendiri dengan dunia khayalnya.
Kutipan:
Di depan kamar mbak May, di bawah bungur yang indah, aku duduk di atas batu ceper dan mulai melantunkan beberapa irama yang telah kukuasai dengan bacaan bil-ghaib, terutama surah Nuh dan Maryam. (Khalieqy: 42)
6)   Kamar Anis
Ketika Khudori pergi ke Kairo untuk meneruskan beasiswanya, Anisa hanya merenung di dalam kamar.
Kutipan:
Setelah kepergian lek Khudori, aku sering mengurung diri di dalam kamar. (Khalieqy: 53)
7)    Ruang belakang rumah
Anisa dan lek Umi berbincang-bincang membicarakan masalah yang terjadi dalam pernikahan.
Kutipan:
Lalu kami menuju ruangan belakang di mana tamu-tamu perempuan biasa dijamu oleh ibu. (Khalieqy: 262)
8)   Serambi masjid
Serambi masjid adalah tempat untuk belajar kitab para santri bersama ustadz Ali.
Kutipan:
Maka, entah malam yang ke berapa ketika udara agak dingin berhembus di balik kerudung kami, ketika jadwal belajar kitab harus dilaksanakan dan bintang di langit mulai bertebaran, para santri mulai bergegas menuju serambi masjid di sebelah kiri. (Khalieqy: 78)
9)   Pondok pesantreN
Di pondok Anisa belajar tilawah bersama mbak May.
Kutipan:
Maka, dalam kehangatan matahari di lereng pegunungan itu, sehabis makan siang dan mencuci piring yang dipenuhi minyak sambal, kuah sayur, dan sisa makanan yang telah berganti warna, aku begegas menuju ke pondok. (Khalieqy: 19)
10)    Perbatasan desa
Anisa belajar naik kuda bersama lek Khudori yang tidak diketahui oleh ayahnya.
Kutipan:
Begitulah, sampai akhrinya aku berhasil naik kuda sampai ke perbatasan desa. (Khalieqy: 25)
11)    Rumah Aisyah
Anisa ingin pergi ke toko buku di kota kabupaten diantar oleh Aisyah, teman sepermainannya.
Kutipan:
Pagi-pagi sehabis membantu ibu di dapur, kuambil semua uangku yang selama ini kusimpan dalam sebuah kitab yang tidak terjangkau oleh penciuman Rizal. (Khalieqy: 58
b.      Latar Waktu
1.      Masa kanak-kanak Anisa
Dalam novel ini diceritakan kisah Anisa sejak ia masih kanak-kanak sampai dewasa.
Kutipan:
Meski sudah berlalu, jauh di belakang waktu, masa kanak itu banyak menyimpan cerita. Kadang mengasyikkan, tapi lebih banyak yang menyebalkan. (Khalieqy: 1)
2.      Beranjak baligh
Anisa semakin tumbuh dan sampai pada masa balighnya.
Kutipan:
Ketika itu, usiaku telah beranjak baligh. Perutku sering mual-mual, itu tandanya aku mau menstruasi yang pertama, kata mbak May suatu hari. (Khalieqy: 25)
3.      Khataman
Anisa yang telah hafal tiga pulih juz mengadakan khataman sebagai pesta kecil untuknya.
Kutipan:
Dan kini, sejak lek Khudori tinggal di sini, aku telah menyelesaikan tiga puluh juz dan ibu menyelenggarakan acara khataman. Bahkan mengundang juga Kiai Jamaluddin untuk memberi pengajian. (Khalieqy: 40)
4.      Setelah kepergian Khudori ke Kairo
Setelah cuti setahun setamat mondok di Gontor, Khudori melanjutkan beasiswanya ke Al-Azhar, Kairo.
Kutipan:
Setelah kepergian lek Khudori, aku sering mengurung diri di dalam kamar. Rasanya enggan melihat dunia luar. Matahari tidak lagi menyilaukan pemandangan. Semilir angin pegunungan tak mampu lagi mendatangkan rasa nyaman. (Khalieqy: 53)
c.        Latar Suasana
1.      Suasana tenang di pedesaan
Tempat tinggal Anisa yang terletak di bawah lereng gunung yang memberi kesan ketenangan.
Kutipan:
Gemercik air tak henti mengalir, mengisi kolam dan blumbang. Sungai-sungai kecil melengkungkan tubuhnya seperti sabit para petani yang menunggu musim panen. Sawah dan ladang berundak-undak seakan tangga untuk mendaki ke dalam istana para peri. Semilir angin selalu datang dan pergi, tak pernah bosan menghias diri di pucuk-pucuk dedaunan. Bunga-bunga liar mekar tanpa disiram, menawarkan keindahan alam di lereng pegunungan, di dusun kecil yang terpisah dari keramaian, tempat bermain masa kanakku yang tak pernah kulupakan. (Khalieqy: 1
2.       Menegangkan
Ketika pergi bermain ke blumbang dan pulang dengan pakaian kotor, Anisa dan Rizal mengendap dan menghindari ayahnya. Tapi, akhirnya mereka tertangkap basah.
Kutipan:
Ketika telinga kami menangkap suara langkah, pastilah langkah kaki bapak. Spontan kami berbalik, melirik bayangan bapak yang mulai mendekat. Bayangan itu kadang-kadang serupa malaikat, kadang juga seperti hantu yang menakutkan. Tak ada sesuatu pun yang dapat kami perbuat kecuali menunggu kata-kata yang akan keluar dari bibir bapakku. (Khalieqy: 6)
3.       Ketakutan
Rizal terjatuh ke dalam blumbang dan Anisa merasa bingung dan takut.
Kutipan:
Mula-mula aku tertawa menyaksikannya. Begitu kuamati wajahnya, ketakutan mencengkeramku. Kuedarkan seluruh pandangan, menyapu ladang dan pematang. Tak ada seorang pun. Kesunyian menggumpal, menambah ketakutan menjadi berganda. (Khalieqy: 4)
4.       Ramai, lucu
Anisa yang polos menceritakan ayah temannya ketika membahas peran wanita dan laki-laki di kelas bersama guru dan teman-temannya.
Kutipan:
Pak guru terpingkal-pingkal, demikian juga teman-temanku. Semuanya tertawa mendengar cerita bapak Dita mengucapkan kalimat itu berulang-ulang di telinga burung-burungnya, dan menggosok lidah burung-burungnya itu dengan batu berkilatan seperti beling. (Khalieqy: 12)
5.         Tokoh
1)       Anisa
·         perempuan yang cantik dan cerdas
Kutipan:
“Kau tidak saja cantik, tetapi juga baik dan otakmu sangat cerdas.” (Khalieqy: 38)
·         memiliki keinginan yang kuat dan semangat tinggi
Kutipan:
Memangnya mengapa kalau perempuan jadi pahlawan? Tidak boleh. Bukankah Tjut Njak Dhien juga hebat. Aku juga ingin hebat seperti Ratu Balqis atau Hindun Binti Athabah. (Khalieqy: 34)
·          berpikir kritis
Kutipan:
Aku ingin membaca, kira-kira apa yang sedang dipikirkan olehnya. Dan aku sebal melihat para santri lain yang menunduk-nundukkan kepala dengan malu-malu kucing, seperti kucing beneran. Menurutku, tak ada sedikit pun hal memalukan di sini. Jadi untuk apa menundukkan kepala? (Khalieqy: 81)
·         penyayang
Kutipan:
“Tetapi aku kasihan! Lek Khudori juga bilang, jangan ganggu yang sedang kesulitan, bisa kuwalat!” (Khalieqy: 3)
2)       Khudori
·         Suami ke dua Anisa yang cerdas, berwawasan luas, dan menyukai puisi
Kutipan:
Memang, berbeda dengan para pemuda di desa, selain cerdas dan berwawasan luas, lek Khudori memiliki kebiasaan yang agak aneh. Bagaimana tidak, sambil memancing pun, lek Khudori suka berteriak, mengucapkan kata-kata yang belum pernah kudengar sebelumnya. (Khalieqy: 26)
·         demokratis dan emansipatoris
“Laki-laki yang demokratis dan emansipatoris seperti suamimu, Nis, boleh dibilang langka, sekalipun menjadi idaman banyak perempuan.” (Khalieqy: 235)
6.        Sudut Pandang
Pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama dalam gaya penceritaan di dalam novel Perempuan Berkalung Sorban. Pengarang memakai kata “aku” yang merupakan sudut pandang orang pertama sebagai sudut pandang penceritaan novel. Tokoh Anisa sebagai orang yang mengetahui semua cerita dijadikan sebagai tokoh sentral dalam cerita tersebut.
7.                  Amanat
Di dalam karya sastra, pasti ada amanat atau pesan yang disampaikan penulis kepada pembaca. Begitu juga dengan novel ini. Di dalamnya terdapat berbagai makna dan amanat yang dapat kita ambil untuk dijadikan sebagai penambahan pengetahuan umum dan sebagai bahan referensi dalam kehidupan sehari-hari.
Novel yang berlatar belakang agama ini banyak menampilkan kasus yang dikaitkan dengan hukum agama yang kadang bertentangan dengan kehidupan masyarakat. Maka dari itu, sebaik-baik orang adalah yang mau menerima masukan dan kritik membangun yang bermanfaat untuk kehidupan lingkungan sosialnya.
Setelah menganalisa unsur-unsur intrinsik novel, maka dapat diambil kesimpulan yang sarat akan makna yang di dalamnya berisi amanat yang ingin disampaikan pengarang.
Di dalam novel ini, ditonjolkan perbedaan yang dilakukan terhadap laki-laki dan perempuan. Hal itu menyiratkan kita agar tidak membeda-bedakan laki-laki dengan perempuan karena pada hakikatnya manusia itu sama, yang membedakan hanya tingkah lakunya.
Selain itu, dalam membina rumah tangga, kita juga harus mengadakan suatu kesepakatan yang disetujui kedua belah pihak, yaitu suami dan istri. Jika tidak adanya suatu kesepakatan yang jelas, akan banyak perbedaan yang timbul dalam keluarga, meskipun perbedaan itu memang selalu ada. Namun jika dapat mengantisipasi perbedaan itu, hendaklah mengusahakan keseragaman berpikir dalam membina keluarga.
8.     Suasana:
·         Menyenangkan : saat anisah dan khudori bermain bersama dipantai
·         Menyedihkan : saat perpisahan anisah dan khudori, saat ayah anisah meninggal dan saat khudori meninggal karena kecelakaan
·         Menegangkan : saat perdebatan antara ayah anisah dan anisah tentang kebebasan perempuan, saat ayah anisah marah karena anisah kabur dari kelas, saat samsudin melakukan kekerasan pada anisah, saat anisah dan khudori dituduh berbuat zina dan dilempari batu, saat kakak anisah menentang perbuatan anisah yang ingin membuat perpustakaan modern, dan saat semua buku-buku modern dibakar.
·         Romantis : saat anisah dan khudori bersama dalam menghadapi masalah yang menimpah mereka, saat mereka ke dokter untuk periksa kandugan anisah dan saat khudori berjanji akan selalu menemani anisah. 
9.     Gaya Bahasa (gaya bertutur)
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel “Perempuan Berkalung Sorban” adalah gaya bahasa sehari-hari atau bahasa yang digunakan orang keseharian. Tetapi dalam novel ini juga sediki dicantumkan bahasa Jawa untuk bahasa percakapannya.
10.            Kelebihan dan Kelemahan
·         Kelebihan
1.        Alur ceritanya mudah di mengerti dan memberikan amanah untuk patuh kepada orang tua
2.        Penggambarkan perwatakan tokoh utama yang luar biasa dan pantas dicontoh, khususnya pada kaum wanita
·         Kelemahan
1.        Ada salah satu tokoh yang meniru gaya kebarat-baratan yang menyimpang dengan ceritanya yang lebih mengarah ke unsur agama.
2.        Novel ini mengandung banyak pembodohan yg tercover seakan-akan sebagai pencerahan dan kebebasan, inti yg paling benar-benar tertangkap adalah penggambaran kekejaman syariat Islam terhadap wanit
11.  Manfaat
Manfaat yang dapat saya ambil setelah membaca novel ‘Perempuan Berkalung Sorban’ ini yaitu kita perempuan harus sadar bahwa tubuh yang kita miliki adalah milik kita sendiri yang perlu kita hargai setinggi-tingginya. Jilbab adalah syarat populer dan upaya pencegahan pelecehan bagi perempuan. Perempuan juga harus mampu membuat pilihan dan menyiapkan diri untuk maju mandiri.
 Pengalaman pahit dan penderitaan harus dijadikan landasan dan kekuatan yang membuat perempuan makin bijak dalam menyongsong hari esok, bukan menyerah kalah. Peristiwa demi peristiwa yang kita lewati dalam hidup adalah halaman demi halaman ilmu yang tengah kita baca dan coba mengerti, hikmah apa yang dikandung olehnya.
Di dunia ini, semua yang diciptakan oleh Allah, apa pun jenis kelaminnya, baik laki-laki atau perempuan, semuanya sama baiknya, sama bagusnya dan sama enaknya. Sebab Allah juga memberikan kenikmatan yang sama pada keduanya. Tinggal bagaimana kita mensyukurinya. Terhormat tidaknya seseorang tergantung bagaimana sikapnya dalam bergaul. Dan sikap ini meliputi banyak hal, banyak segi, seperti cara berbicara, cara berpakaian dan cara bersopan santun.
Sedangkan dalam sebuah pernikahan, anak bukanlah tujuan utama. Tetapi kedamaian hati, ketentraman dan sikap baik di dalam hidup bermasyarakat. Antara suami dan istri haruslah saling melengkapi, tidak main tunjuk dan main perintah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar