ANALISIS
UNSUR-UNSUR INTRINSIK NOVEL “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN” KARYA ABIDAH EL
KHALIEQY
Judul : Perempuan Berkalung
Sorban
Pengarang
: Abidah el Khalieqy
Tebal
: 246 halaman
Cetakan
: 1 edisi revisi 2012
Penerbit
: Araska
1.
Sinopsis
Anisa Nuhaiyyah adalah seorang anak kiai
dari sebuah pondok pesantren di Jawa Timur. Nama yang memiliki arti perempuan
yang berakal, yang berpandangan luas. Sejak kecil Anisa ingin sekali belajar
naik kuda. Ia ingin menjadi seperti Hindun binti Athaba yang mahir naik kuda
dan menderap kian ke mari di padang pertempuran. Selain Hindun, ia juga ingin
menjadi seperti putri Budur yang memimpin pasukan Raja Kamaruzzaman, sedangkan
para lelaki perkasa seperti anak ayam di belakang ekor induknya.
Anisa mempunyai paman bernama Khudori. Dengannya Anisa belajar naik kuda dan memperoleh kisah-kisah perjuangan wanita, meskipun ia dilarang belajar naik kuda oleh ayahnya dengan alasan naik kuda hanya boleh dilakukan oleh laki-laki. Diam-diam Anisa mengagumi sosok pamannya itu. Begitu juga dengan Khudori, menyukai Anisa yang terpaut usia jauh dengannya. Setamat mondok di Gontor, Khudori cuti setahun dan melanjutkan beasiswanya di Al-Azhar, Kairo. Kepergian sementara Khudori itu menyisakan kerinduan dan kekosongan hari-hari Anisa. Selama ini Khudori tinggal di rumah Anisa sehingga sangat dekat dengan keluarga itu, terutama Anisa sendiri.
Pondok Pesantren Putri yang didirikan oleh ayah Anisa, KH. Hanan Abdul Malik, memang memiliki cita-cita dan harapan untuk mendidik dan menjadikan para remaja putri agar menjadi kaum muslimah yang berguna bagi negara dan bangsa. Namun, pada prakteknya selalu menekankan pendidikan akhlak bagi perempuan, khususnya akhlak perempuan dalam bermasyarakat dan berumah tangga.
Anisa mempunyai paman bernama Khudori. Dengannya Anisa belajar naik kuda dan memperoleh kisah-kisah perjuangan wanita, meskipun ia dilarang belajar naik kuda oleh ayahnya dengan alasan naik kuda hanya boleh dilakukan oleh laki-laki. Diam-diam Anisa mengagumi sosok pamannya itu. Begitu juga dengan Khudori, menyukai Anisa yang terpaut usia jauh dengannya. Setamat mondok di Gontor, Khudori cuti setahun dan melanjutkan beasiswanya di Al-Azhar, Kairo. Kepergian sementara Khudori itu menyisakan kerinduan dan kekosongan hari-hari Anisa. Selama ini Khudori tinggal di rumah Anisa sehingga sangat dekat dengan keluarga itu, terutama Anisa sendiri.
Pondok Pesantren Putri yang didirikan oleh ayah Anisa, KH. Hanan Abdul Malik, memang memiliki cita-cita dan harapan untuk mendidik dan menjadikan para remaja putri agar menjadi kaum muslimah yang berguna bagi negara dan bangsa. Namun, pada prakteknya selalu menekankan pendidikan akhlak bagi perempuan, khususnya akhlak perempuan dalam bermasyarakat dan berumah tangga.
Anisa selalu disuruh berkutat dengan
pekerjaan wanita, seperti urusan dapur. Tidak seperti kedua kakaknya, Rizal dan
Wildan, yang bebas melakukan hal kesukaan mereka. Hal tersebut membuat Anisa
merasa kedua orangtuanya tidak adil dengan perlakuan yang berbeda kepada anak
laki-laki dan perempuannya. Ia mendapatkan materi di pondok yang mengatakan
wanita lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki, baik dari segi amal agama,
pendidikan, dan sebagainya. Hal tersebut membuat Anisa bertanya-tanya mengapa
wanita dibedakan dengan laki-laki, padahal mereka sama-sama makhluk ciptaan
Allah dan juga mendorongnya untuk merombak perlakuan yang membedakan wanita
dengan laki-laki itu.
Pada suatu waktu ada keluarga yang
melamar Anisa untuk anaknya, Samsudin. Awalnya, orangtua Anisa menolak karena
Anisa masih terlalu kecil dan belum mengerti apa-apa. Namun, ayah Samsudin yang
merupakan teman karib Kiai Hanan ketika mondok mengatakan akan menunggu Nisa
sampai waktunya. Sampai pada saat Anisa baligh dan Samsudin diwisuda,
pernikahan tanpa cinta itu pun dilangsungkan.
Selama menikah dengan Samsudin, Anisa tidak pernah mendapat kebahagiaan dan perlakuan yang baik, ia mendapat perlakuan kasar yang tidak manusiawi dari suaminya. Malah karena Anisa dianggap mandul, Samsudin menikah lagi dengan seorang janda yang bernama Kalsum dan mempunyai anak yang dinamai Fadilah. Kisah pahitnya itu Anisa ceritakan pada Khudori lewat surat. Ia ingin menceritakan kepada ibunya, tapi takut ibunya tidak akan percaya dan menyuruhnya bersabar karena kodrat wanita adalah tetap bersabar dalam keadaan apapun.
Selama menikah dengan Samsudin, Anisa tidak pernah mendapat kebahagiaan dan perlakuan yang baik, ia mendapat perlakuan kasar yang tidak manusiawi dari suaminya. Malah karena Anisa dianggap mandul, Samsudin menikah lagi dengan seorang janda yang bernama Kalsum dan mempunyai anak yang dinamai Fadilah. Kisah pahitnya itu Anisa ceritakan pada Khudori lewat surat. Ia ingin menceritakan kepada ibunya, tapi takut ibunya tidak akan percaya dan menyuruhnya bersabar karena kodrat wanita adalah tetap bersabar dalam keadaan apapun.
Selang beberapa waktu kemudian Khudori
pulang dari Kairo. Dengan bantuan Khudori, Anisa menceritakan kehidupannya
selama menikah dengan Samsudin kepada ibunya, Hj. Mutma’inah. Betapa
terkejutnya ia mendengar cerita Anisa. Begitu pun dengan ayahnya, hingga
terserang darah tinggi saat mendengar kabar tersebut. Meskipun sakit, ayahnya
tetap merundingkan dengan keluarga tentang masalah yang tengah dialami Anisa
dan bagaimana mencari jalan keluarnya. Keluarga Anisa mengirim Kiai Shaleh
untuk merundingkan masalah dalam pernikahan Anisa dan Samsudin dengan pihak
keluarga Kiai Nasiruddin. Setelah melalui beberapa perundingan yang tidak
menemui titik temu, akhirnya disepakati perceraian Anisa dengan Samsudin.
Akhirnya Anisa menyandang status janda.
Ia menjadi semakin dekat dengan Khudori dan sering pergi berdua mencari angin
segar. Orang-orang yang melihatnya meyangka ada hal-hal yang tidak wajar di
antara Anisa dan Khudori, sampai pada akhirnya kabar itu terdengar oleh ibu
Anisa. Meskipun mereka bersaudara, tapi status Anisa yang janda membuat
orang-orang curiga hubungan mereka lebih dari itu. Sejak itu, Khudori pergi
dari rumah Anisa dan kembali ke kampung halamannya.
Anisa yang masih menggebu menuntut ilmu, melanjutkan kuliahnya di Jogja dan mengambil jurusan filsafat. Pada suatu waktu, Khudori mengunjunginya di tempat kos dan mengajak Anisa menikah. Kemudian mereka pun direstui dan melangsungkan pernikahan yang membawa kebahagiaan bagi keduanya.
Anisa yang masih menggebu menuntut ilmu, melanjutkan kuliahnya di Jogja dan mengambil jurusan filsafat. Pada suatu waktu, Khudori mengunjunginya di tempat kos dan mengajak Anisa menikah. Kemudian mereka pun direstui dan melangsungkan pernikahan yang membawa kebahagiaan bagi keduanya.
Dalam masa pernikahannya dengan Khudori,
Anisa mendapat surat dari Kalsum yang mengatakan Samsudin masih menaruh dendam
pada Anisa dan Khudori. Samsudin merasa Anisa telah menipu selama menikah
dengannya, Anisa masih menjalin hubungan dengan Khudori. Maka dari itu, Kalsum
meminta Anisa untuk berhati-hati.
Selama beberapa tahun menikah, Anisa belum juga dikaruniai momongan. Hal itu membuat berbagai gunjingan menimpa dirinya. Ia mencoba bersabar. Sampai pada suatu hari ia mendengar kabar bahwa Khudori pernah menikah di Berlin dan punya seorang anak. Dan karena Anisa mandul, Khudori berniat untuk rujuk kembali dengan istri pertamanya. Hal itu membuat Anisa dibakar rasa cemburu. Khudori yang memiliki sikap tenang mencoba menjelaskan kebenaran kabar itu, tapi Anisa terlanjur cemburu dan kecewa sehingga menutup penjelasan apa pun dari suaminya.
Pada sebuah acara konferensi perempuan muslim internasional, Anisa bertemu dengan peserta dari Yordania, bernama Loubna el Huraybi yang merupakan teman akrab Khudori ketika di Berlin. Kepadanya Anisa menanyakan perihal kebenaran kabar pernikahan Khudori. Loubna mengaku tidak pernah mengetahui pernikahan itu. Sejak itu Anisa ragu akan kebanaran kabar pernikahan suaminya, sampai ia kembali mengingat pesan Kalsum yang menyuruhnya untuk hati-hati. Ternyata itu adalah tingkah Samsudin yang menebar fitnah untuk merusak rumah tangga Anisa.
Selama beberapa tahun menikah, Anisa belum juga dikaruniai momongan. Hal itu membuat berbagai gunjingan menimpa dirinya. Ia mencoba bersabar. Sampai pada suatu hari ia mendengar kabar bahwa Khudori pernah menikah di Berlin dan punya seorang anak. Dan karena Anisa mandul, Khudori berniat untuk rujuk kembali dengan istri pertamanya. Hal itu membuat Anisa dibakar rasa cemburu. Khudori yang memiliki sikap tenang mencoba menjelaskan kebenaran kabar itu, tapi Anisa terlanjur cemburu dan kecewa sehingga menutup penjelasan apa pun dari suaminya.
Pada sebuah acara konferensi perempuan muslim internasional, Anisa bertemu dengan peserta dari Yordania, bernama Loubna el Huraybi yang merupakan teman akrab Khudori ketika di Berlin. Kepadanya Anisa menanyakan perihal kebenaran kabar pernikahan Khudori. Loubna mengaku tidak pernah mengetahui pernikahan itu. Sejak itu Anisa ragu akan kebanaran kabar pernikahan suaminya, sampai ia kembali mengingat pesan Kalsum yang menyuruhnya untuk hati-hati. Ternyata itu adalah tingkah Samsudin yang menebar fitnah untuk merusak rumah tangga Anisa.
Anisa meminta maaf pada Khudori.
Hubungan mereka kembali harmonis dan semakin mesra. Tak lama kemudian Anisa
hamil dan melahirkan seorang anak yang mereka namai Mahbub. Anisa dan Khudori
dengan membawa Mahbub menghadiri sebuah acara pernikahan teman sekolah. Secara
tidak sengaja mereka bertemu dengan Samsudin dan Kalsum yang juga membawa
Fadilah. Anisa melihat masih ada dendam dari mata Samsudin. Namun, ketenangan
Khudori meredam kecurigaannya. Sampai pada suatu hari, Anisa mendapat kabar
dari rumah sakit yang mengabarkan bahwa Khudori mengalami kecelakaan dan sedang
dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Sardjito. Khudori yang megalami kritis tidak
kuat dan akhirnya meninggal dalam keadaan tersenyum dan tenang.
Anisa yang telah memiliki Mahbub awalnya
sangat terpukul dan tidak percaya bahwa suaminya meninggal. Tapi kepergian
jasad suaminya itu tak memutuskan kebersamaan jiwa mereka. Anisa tetap berjuang
memperjuangkan nasib kaumnya yang masih dianggap lemah
2.
Tema
Novel Perempuan Berkalung Sorban ini
mengangkat tema tentang sosial yang menceritakan seorang perempuan yang
dibedakan dengan laki-laki dalam kehidupan sosialnya, baik dari segi
pendidikan, hak, dan sebagainya. Selain tema sosial, di dalam novel ini pun
terdapat nila-nilai religi yang dapat memberi pelajaran dan hikmah bagi para
pembacanya.
Nilai sosial yang terdapat dalam novel
ini tergambar dari cerita yang menjelaskan kedudukan dan derajat perempuan di
bawah laki-laki, sehingga hak dan perlakuan perempuan sangat berbeda dengan
laki-laki. Wanita tidak diwajibkan sekolah tinggi, berbeda dengan laki-laki
yang terus menuntut ilmu setinggi-tingginya. Prinsip lama masih dianut, yaitu
perempuan hanya akan berkutat dengan dapur dan urusan rumah tangga. Jadi, tidak
perlu sekolah tinggi dan atau mempunyai gelar.
Dalam berpendapat pun, perempuan
dugambarkan lebih lemah dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya di muka
umum. Hal tersebut mungkin karena menganut prinsip perempuan hanya bersifat
sabar dan menunggu. Novel ini berlatar
agama Islam. Nilai-nilai agama yang terkandung di dalamnya, yaitu penceritaan
yang menggunakan latar pondok pesantren yang kental dengan aturan-aturan agama.
Santri belajar agama dan dididik untuk menjadi muslimah yang berguna.
Banyak juga pelajaran tentang agama yang
dapat diambil dari novel ini, seperti ilmu tajwid, kisah-kisah perjuangan
wanita pada zaman peperangan dulu, dan bahasa Arab. Di dalam novel ini ada
beberapa dialog yang menggunakan bahasa Arab yang bisa dijadikan sebagai bahan
belajar. Perjuangan dan pergolakan yang dilakukan Anisa menggambarkan betapa
timpangnya masalah sosial yang terdapat di dalam novel tersebut. Pemberontakan
Anisa itu menimbulkan sedikit perubahan pada pola pikir wanita yang tidak
mempunyai keberanian dalam menghadapi tantangan hidup.
3. Tempat
1.
Pedesaan.
2.
Pondok
Pesantren.
3.
Yogyakarta.
4.
Waktu
Latar waktu
yang digunakan dalam novel “Perempuan Berkalung Sorban” yaitu sekitar tahun
80-an. Karena di dalam novel tersebut menceritakan tentang perjuangan seorang
wanita untuk menyamakan kedudukan dan haknya dengan laki-laki. Selain itu
alasan yang mendukung bahwa Novel ini berlatar waktu tahun 80-an adalah
kejadian-kejadian atau kehidupan tokoh Annisa yang menggambarkan kehidupan
pengarang di era 80-an. Selain itu juga, peralatan atau alat komunikasi yang
digunakan masih berupa surat, telepon masih jarang sekali dimiliki oleh
masyarakat.
4.
Alur
Alur yang terdapat di dalam novel ini
yaitu alur mundur, di mana cerita disampaikan dari waktu yang telah terjadi
(lampau). Tokoh Anisa yang merupakan tokoh sentral dalam novel ini berperan
sebagai orang yang serba tahu tentang inti cerita yang ia sampaikan kepada
pembaca. Di dalam novel, cerita berawal dari kenangan masa lalu Anisa yang
kemudian berlangsung sampai suaminya meninggal.
Cerita yang demikian disebut dengan
menggunakan alur mundur. Berbeda dengan alur maju. Alur maju adalah cerita yang
berjalan mulai dari awal sampai akhir cerita yang waktu dan tempat sedang
terjadi, sedangkan alur mundur adalah cerita yang mengulas kembali masa,
kenangan, atau cerita yang telah pernah terjadi dan kemudian diceritakan
kembali.
5.
Unsur Instinsik
·
Tema
: Perjuangan perempuan
·
Penokohan
1.
Anisah
: cerdas, kritis, dan berfikiran maju
2.
Khudori
: cerdas, penyayang, penyabar, dan dewasa
3.
Abi
(Ayah Anisah) : bijaksana, tegas, agamis, keras, kasar
4.
Ummi
: penyayang, pendiam, bijaksana
5.
Samsudin
: kasar, genit, kurang ajar
6.
Sari
: berfikiran maju dan berani
6.
Unsur ekstrinsik
a. Nilai agama: seorang wanita bisa
dengan mudah untuk masuk surga, bersabar dalam menjalani cobaan dan menjalani
hidup sesuai ajaran agama
b. Nilai budaya: setiap subuh sholat
berjamaah dan dilanjutkan sekolah, kebiasaan perjodohan dilingkungan pesantren,
dan orang yang berbuat zina dilempari batu.
c. Nilai estetik : keindahan pantai
parangtritis yang di jadikan lokasi
cerita
d. Nilai social : perselingkuhan yang
kerap terjadi, kekerasan dalam rumah tangga dan saling membantu sesame dalam
menghadapi masalah
e. Nilai edukasi : selalu terbuka
dengan ilmu dan dunia tapi tetap harus memiliki benteng pertahanan yang akan
melindungi jati diri sebagai seorang muslim.
7. Latar
Latar yang terdapat dalam novel ini terdiri atas
latar tempat, waktu, dan suasana.
a. Latar Tempat
a. Latar Tempat
1)
Lereng pegunungan di dusun kecil
Semasa kecil Anisa
sering bermain-main di bawah lereng pegunungan di daerah tempat tinggalnya.
Kutipan:
Gemercik air tak henti mengalir, mengisi kolam dan blumbang. Sungai-sungai kecil melengkungkan tubuhnya seperti sabit para petani yang menunggu musim panen. Sawah dan ladang berundak-undak seakan tangga untuk mendaki ke dalam istana para peri. Semilir angin selalu datang dan pergi, tak pernah bosan menghias diri di pucuk-pucuk dedaunan. Bunga-bunga liar mekar tanpa disiram, menawarkan keindahan alam di lereng pegunungan, di dusun kecil yang terpisah dari keramaian, tempat bermain masa kanakku yang tak pernah kulupakan. (Khalieqy: 1)
Gemercik air tak henti mengalir, mengisi kolam dan blumbang. Sungai-sungai kecil melengkungkan tubuhnya seperti sabit para petani yang menunggu musim panen. Sawah dan ladang berundak-undak seakan tangga untuk mendaki ke dalam istana para peri. Semilir angin selalu datang dan pergi, tak pernah bosan menghias diri di pucuk-pucuk dedaunan. Bunga-bunga liar mekar tanpa disiram, menawarkan keindahan alam di lereng pegunungan, di dusun kecil yang terpisah dari keramaian, tempat bermain masa kanakku yang tak pernah kulupakan. (Khalieqy: 1)
2)
Kelas sekolah Anisa
Ketika di kelas Anisa
masih memikirkan perkataan kakaknya, Rizal, ketika sarapan pagi di rumah
sebelum berangkat sekolah yang mengatakan urusan laki-laki tidak perlu
diketahui perempuan.
Kutipan:
Di dalam kelas, selagi aku masih merenung-renung perkataan Rizal, pak guru bahasa Indonesia menyuruhku mengulang kalimat. (Khalieqy: 10)
Di dalam kelas, selagi aku masih merenung-renung perkataan Rizal, pak guru bahasa Indonesia menyuruhku mengulang kalimat. (Khalieqy: 10)
3)
Semak perdu dan kamar mandi rumah
keluarga Anisa
Ketika kecil, Anisa bermain ke blumbang dengan Rizal yang mengakibatkan Rizal pulang dengan basah kuyup. Mereka pulang dan langsung menuju kamar mandi agar tidak diketahui ayah mereka.
Ketika kecil, Anisa bermain ke blumbang dengan Rizal yang mengakibatkan Rizal pulang dengan basah kuyup. Mereka pulang dan langsung menuju kamar mandi agar tidak diketahui ayah mereka.
Kutipan:
Dengan mengendap, kami
melangkah melintasi semak dan perdu. Lalu masuk ke kamar mandi dengan
hati-hati. (Khalieqy: 5)
b. Latar
Waktu
1)
Masa kanak-kanak Anisa
Dalam novel ini
diceritakan kisah Anisa sejak ia masih kanak-kanak sampai dewasa.
Kutipan:
Meski sudah berlalu, jauh di belakang waktu, masa kanak itu banyak menyimpan cerita. Kadang mengasyikkan, tapi lebih banyak yang menyebalkan. (Khalieqy: 1)
Meski sudah berlalu, jauh di belakang waktu, masa kanak itu banyak menyimpan cerita. Kadang mengasyikkan, tapi lebih banyak yang menyebalkan. (Khalieqy: 1)
2) Beranjak
baligh
Anisa semakin tumbuh dan
sampai pada masa balighnya.
Kutipan:
Ketika itu, usiaku telah
beranjak baligh. Perutku sering mual-mual, itu tandanya aku mau menstruasi yang
pertama, kata mbak May suatu hari. (Khalieqy: 25)
3) Khataman
Anisa yang telah hafal
tiga pulih juz mengadakan khataman sebagai pesta kecil untuknya.
Kutipan:
Dan kini, sejak lek
Khudori tinggal di sini, aku telah menyelesaikan tiga puluh juz dan ibu
menyelenggarakan acara khataman. Bahkan mengundang juga Kiai Jamaluddin untuk
memberi pengajian. (Khalieqy: 40)
c. Latar
Suasana
1) Suasana
tenang di pedesaan
Tempat tinggal Anisa yang
terletak di bawah lereng gunung yang memberi kesan ketenangan.
Kutipan:
Gemercik air tak henti
mengalir, mengisi kolam dan blumbang. Sungai-sungai kecil melengkungkan
tubuhnya seperti sabit para petani yang menunggu musim panen. Sawah dan ladang
berundak-undak seakan tangga untuk mendaki ke dalam istana para peri. Semilir
angin selalu datang dan pergi, tak pernah bosan menghias diri di pucuk-pucuk
dedaunan. Bunga-bunga liar mekar tanpa disiram, menawarkan keindahan alam di
lereng pegunungan, di dusun kecil yang terpisah dari keramaian, tempat bermain
masa kanakku yang tak pernah kulupakan. (Khalieqy: 1)
2) Menegangkan
Ketika pergi bermain ke
blumbang dan pulang dengan pakaian kotor, Anisa dan Rizal mengendap dan
menghindari ayahnya. Tapi, akhirnya mereka tertangkap basah.
Kutipan:
Ketika telinga kami
menangkap suara langkah, pastilah langkah kaki bapak. Spontan kami berbalik,
melirik bayangan bapak yang mulai mendekat. Bayangan itu kadang-kadang serupa
malaikat, kadang juga seperti hantu yang menakutkan. Tak ada sesuatu pun yang
dapat kami perbuat kecuali menunggu kata-kata yang akan keluar dari bibir
bapakku. (Khalieqy: 6)
8. Tokoh Utama
Anisa
-
Perempuan yang cantik dan cerdas
Kutipan:“Kau tidak saja
cantik, tetapi juga baik dan otakmu sangat cerdas.” (Khalieqy: 38)
-
Memiliki keinginan yang kuat dan
semangat tinggi
Kutipan:
Memangnya mengapa kalau
perempuan jadi pahlawan? Tidak boleh. Bukankah Tjut Njak Dhien juga hebat. Aku
juga ingin hebat seperti Ratu Balqis atau Hindun Binti Athabah. (Khalieqy: 34)
-
Berpikir kritis
Kutipan:
Aku ingin membaca,
kira-kira apa yang sedang dipikirkan olehnya. Dan aku sebal melihat para santri
lain yang menunduk-nundukkan kepala dengan malu-malu kucing, seperti kucing
beneran. Menurutku, tak ada sedikit pun hal memalukan di sini. Jadi untuk apa
menundukkan kepala? (Khalieqy: 81)
9.
Sudut
Pandang
Pengarang menggunakan
sudut pandang orang pertama dalam gaya penceritaan di dalam novel Perempuan
Berkalung Sorban. Pengarang memakai kata “aku” yang merupakan sudut pandang
orang pertama sebagai sudut pandang penceritaan novel. Tokoh Anisa sebagai
orang yang mengetahui semua cerita dijadikan sebagai tokoh sentral dalam cerita
tersebut.
10.
Amanat
Di dalam karya sastra, pasti ada amanat atau pesan
yang disampaikan penulis kepada pembaca. Begitu juga dengan novel ini. Di
dalamnya terdapat berbagai makna dan amanat yang dapat kita ambil untuk
dijadikan sebagai penambahan pengetahuan umum dan sebagai bahan referensi dalam
kehidupan sehari-hari. Novel yang berlatar belakang agama ini banyak
menampilkan kasus yang dikaitkan dengan hukum agama yang kadang bertentangan
dengan kehidupan masyarakat. Maka dari itu, sebaik-baik orang adalah yang mau
menerima masukan dan kritik membangun yang bermanfaat untuk kehidupan
lingkungan sosialnya.
Setelah menganalisa unsur-unsur intrinsik novel,
maka dapat diambil kesimpulan yang sarat akan makna yang di dalamnya berisi
amanat yang ingin disampaikan pengarang. Di dalam novel ini, ditonjolkan
perbedaan yang dilakukan terhadap laki-laki dan perempuan. Hal itu menyiratkan
kita agar tidak membeda-bedakan laki-laki dengan perempuan karena pada
hakikatnya manusia itu sama, yang membedakan hanya tingkah lakunya.
Selain itu, dalam membina rumah tangga, kita juga
harus mengadakan suatu kesepakatan yang disetujui kedua belah pihak, yaitu
suami dan istri. Jika tidak adanya suatu kesepakatan yang jelas, akan banyak
perbedaan yang timbul dalam keluarga, meskipun perbedaan itu memang selalu ada.
Namun jika dapat mengantisipasi perbedaan itu, hendaklah mengusahakan keseragaman
berpikir dalam membina keluarga.
11.
Suasana:
·
Menyenangkan
: saat anisah dan khudori bermain bersama dipantai
·
Menyedihkan
: saat perpisahan anisah dan khudori, saat ayah anisah meninggal dan saat
khudori meninggal karena kecelakaan
·
Menegangkan
: saat perdebatan antara ayah anisah dan anisah tentang kebebasan perempuan,
saat ayah anisah marah karena anisah kabur dari kelas, saat samsudin melakukan
kekerasan pada anisah, saat anisah dan khudori dituduh berbuat zina dan
dilempari batu, saat kakak anisah menentang perbuatan anisah yang ingin membuat
perpustakaan modern, dan saat semua buku-buku modern dibakar.
·
Romantis
: saat anisah dan khudori bersama dalam menghadapi masalah yang menimpah
mereka, saat mereka ke dokter untuk periksa kandugan anisah dan saat khudori
berjanji akan selalu menemani anisah.
12.
Gaya
Bahasa (gaya bertutur)
Gaya bahasa yang digunakan dalam
novel “Perempuan Berkalung Sorban” adalah gaya bahasa sehari-hari atau bahasa
yang digunakan orang keseharian. Tetapi dalam novel ini juga sediki dicantumkan
bahasa Jawa untuk bahasa percakapannya.
13.
Kelebihan dan Kelemahan
·
Kelebihan
1.
Alur
ceritanya mudah di mengerti dan memberikan amanah untuk patuh kepada orang tua
2.
Penggambarkan
perwatakan tokoh utama yang luar biasa dan pantas dicontoh, khususnya pada kaum
wanita
·
Kelemahan
1.
Ada
salah satu tokoh yang meniru gaya kebarat-baratan yang menyimpang dengan
ceritanya yang lebih mengarah ke unsur agama.
2.
Novel
ini mengandung banyak pembodohan yg tercover seakan-akan sebagai pencerahan dan
kebebasan, inti yg paling benar-benar tertangkap adalah penggambaran kekejaman
syariat Islam terhadap wanit
14.
Manfaat
Manfaat
yang dapat saya ambil setelah membaca novel ‘Perempuan Berkalung Sorban’ ini
yaitu kita perempuan harus sadar bahwa tubuh yang kita miliki adalah milik kita
sendiri yang perlu kita hargai setinggi-tingginya. Jilbab adalah syarat populer
dan upaya pencegahan pelecehan bagi perempuan. Perempuan juga harus mampu
membuat pilihan dan menyiapkan diri untuk maju mandiri.
Pengalaman
pahit dan penderitaan harus dijadikan landasan dan kekuatan yang membuat
perempuan makin bijak dalam menyongsong hari esok, bukan menyerah kalah.
Peristiwa demi peristiwa yang kita lewati dalam hidup adalah halaman demi
halaman ilmu yang tengah kita baca dan coba mengerti, hikmah apa yang dikandung
olehnya.
Di
dunia ini, semua yang diciptakan oleh Allah, apa pun jenis kelaminnya, baik
laki-laki atau perempuan, semuanya sama baiknya, sama bagusnya dan sama
enaknya. Sebab Allah juga memberikan kenikmatan yang sama pada keduanya. Tinggal
bagaimana kita mensyukurinya. Terhormat tidaknya seseorang tergantung bagaimana
sikapnya dalam bergaul. Dan sikap ini meliputi banyak hal, banyak segi, seperti
cara berbicara, cara berpakaian dan cara bersopan santun.
Sedangkan
dalam sebuah pernikahan, anak bukanlah tujuan utama. Tetapi kedamaian hati,
ketentraman dan sikap baik di dalam hidup bermasyarakat. Antara suami dan istri
haruslah saling melengkapi, tidak main tunjuk dan main perintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar