KATA PENGANTAR
Puji
syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat dan hidayahnya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI” Pada makalah ini Penulis banyak
mengambil dari berbagai sumber dan refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak.
oleh sebab itu, dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…
Losari, 21 Januari
2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam
memandang hubungan antara suami dan istri bukan hanya sekedar kebutuhan semata,
tetapi lebih dari itu Islam telah telah mengatur dengan jelas bagaimana sebuah
hubungan agar harmonis dan tetap berlandaskan pada tujuan hubungan tersebut,
yakni hubungan yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah Swt.
Oleh
karena itu untuk mewujudkan keluarga yang diliputi oleh ketenangan, diselimuti
cinta kasih dan jalinan yang diberkahi, Islam telah mengajarkan kepada Sang
Nabi bagaimana jalinan antara suami dan istri ini bias sejalan, dapat seia dan
sekata.
Maka,
melalui makalah ini insyaAllah penulis akan mengupas beberapa yang berkaitan
tentang hak dan kewajiban antara seorang suami dengan istri. Hak yang
didasarkan pada kesadaran bukan sekedar kebutuhan, dan kewajiban yang didasari
pada kasih sayang dan bukan hanya menjalankan tugas belaka.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian hak dan
kewajiban serta apa yang menimbulkan
terjadinya hak dan kewajiban ?
2.
Apa sajakah hak dan
kewajiban suami terhadap istri?
3.
Apa sajakah hak dan
kewajiban istri kepada suami?
4.
Apa sajakah hak dan
kewajiban bersama antara suami dan istri?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
dan penyebab timbulnya hak dan kewajiban
2.
Untuk mengetahui hak dan
kewajiban suami kepada istri, istri kepada suami serta kewajiban bersama antara
suami dan istri.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hak Dan Kewajiban
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk
melakukan sesuatu sedangkan kewajiban sesuatu yang harus di kerjakan. Berbicara tentang kewajiban suami dan hak
suami istri alangkah baiknya kita mengetahui apakah sebenarnya kewajiban dan
hak itu. Drs.H.Sidi Nazar Bakry dalam buku karanganya yaitu “kunci keutuhan rumah
tangga yang Sakinah” mendefenisikan bahwa kewajiban dengan sesuatu harus
dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik. Sedangkan hak adalah sesuatu yang harus
diterima.
Dari defenisi di atas dapat kita simpulkan
bahwa kewajiban suami istri adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan
penuhi untuk istrinya. Sedangkan kewajiban istri adalah sesuatu yang harus
istri laksanakan dan lakukan untuk suaminya. Begitu juga dengan pengertian hak
suami adalah sesuatu yang harus diterima suami dari istrinya. Sedangkan hak
isteri adalah sesuatu yang harus di terima isteri dari suaminya. Dengan
demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak
isteri. Demikain juga kewajiban yang dilakukan istri merupakan upaya untuk
memenuhi hak suami, sebagaimana yang di jelaskan Rasulullah SAW :
Artinya : “ketahuilah, sesungguhnya kalian
mempunyai hak yang harus (wajib) ditunaikan oleh isteri kalian dan kalianpun memiliki hak
yang harus (wajib) kalian tunaikan” (HR; Shahil ibnu Majh no.1501, Tirmidzi II 315
no.1173 den Ibnu Majah I 594 no.1815).
B.
Macam- Macam Hak Suami Dan
Isteri
Hak-hak dalam perkawinan itu dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu: hak bersama, hak isteri yang menjadi kewajiban suaminya dan hak
suami yang menjadi kewajiban isteri.
1.
Hak bersama-sama
Hak
bersama-sama antara suami dan isteri adalah sebagai berikut:
a. Halal
bergaul antara suami isteri dan masing masing dapat bersenang-senang antara
satu sama lain.
b.
Terjadi mahram semenda :
isteri menjadi mahram ayah suami, kakeknya, dan seterunya ke atas, demikian
pula suami menjadi mahram ibu isteri, neneknya, dan seterusnya ke atas.
c.
Terjadi hubungan
waris-mewaris antara suami dan isteri sejak akad nikah di laksanakan. Isteri
berhak menerima waris atas peninggalan suami. Demikian pula, suami berhak waris
atas peninggalan isteri, meskipun mereka belum pernah melakukan pergaulan suami
isteri.
d.
Anak yang lahir dari isteri
bernasab pada suaminya (apabila pembuahan terjadi sebagai hasil hubungan
setelah menikah).
e.
Bergaul dengan baik antara
suamidan isteri sehingga tercipta kehidupan yang harmonis dan damai. Hal ini
telah di jelaskan dalam Al-quran surah An.nisa ayat 19 yang memerintahkan:)
“……… dan gaulilah isteri-isterimu itu dengan
baik”
Mengenai hak dan kewajiban bersama suami
isteri, Undang-Undang Perkawinan menyabutkan dalam Pasal 33 sebagai berikut, “Suami
isteri wajib cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan
lahir batin yang satu kepada yang lain”
2.
Hak-hak isteri
Hak- hak isteri yang menjadi kewajiban suami
dapat di bagi menjadi dua, yatu: hak- hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin)
serta nafkah, dan hak-hak bukan bendaan, misalnya berbuat adil di antara para
isteri (dalam perkawanan poligami), tidak berbuat hal-hal yang merugikan isteri
dan sebagianya.
a.
hak-hak kebendaan
a)
Mahar (maskawin) QS.
An-Nisa ayat 24 memerintahkan, “dan berikanlah maskawin kepada
perempuan-perempuan (yang kamu nikahi ) sebagai pemberian wajib. Apabila mereka
dengan senang hati memberikan berbagia maskawin kepadamu. Ambillah dia sebagai
makanan sedap lagi baik akibatnya. Dari ayat Al-Qur’an tersebut dapat di
peroreh suatu pengertian bahwa maskawin itu adalah harta pemberian wajib dari
suami terhadap istri, dan merupakan hak penuh bagi isteri yang tidak boleh
diganggu oleh suami, suami hanya di benarkan ikut makan maskawin apabila
diberikan oleh isteri dengan sukarela.
b)
Nafkah. Nafkah
adalah mencukupkan segala keperluan isteri, meliputi makan, pakaian, tempat
tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun isteri tergolong kaya.
QS. Ath-Thalaq ayat 6 menyatakan “tempatkanlah isteri-isteri dimana kamu
tinggal menurut kemampuanmu; jangalah kamu menyusahkan isteri-isteri untuk
menyempitkan hati mereka. Apabila isteri-isteri yang kamu talak itu dalam
keadaan hamil, berikanlah nafkah kepada mereka hingga bersalin….” Dari ayat
di atas dapat di simpulkan pula bahwa nafkah merupakan kewajiban suami dalam
membahagiakan isterinya baik lahir maupun batin dengan cara mencukupkan
kebutuhan yang dapat memcukupkan segala kekurangannya dengan maksud meringankan
beban padanya.
b.
Hak-hak bukan kebendaan
Hak-
hak bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami terhadap isterinya, disimpulkan
dalam perintah QS. An-Nisa ayat 19 agar para suami menggaui isterinya dengan
makruf dan bersabar terhadap hal-ahal yang tidak disayangi, yang terdapat pada
isteri. Menggauli isteri dengan makruf dapat mencakup:
a)
Sikap menghargai,
menghormati, dan perlakuan-perlakuan yang baik, serta meningkatkan taraf
hidupnaya dalam bidang-bidang agama, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang di
perlukan.
b)
Melindungi dan menjaga nama
baik isteri. Suami berkewajiban melindungi isteri serta menjaga nama baiknya.
Hal ini tidak berarti bahwa suami tidak harus menutup-nutupi kesalahan yang
memang terdapat pada isteri. Namun, adalah sebuah kewajiban suami agar tidak
membeberkan kesalahan-kesalahan isteri kepada orang lain.
c)
Memenuhi kebutuhan kodrat
(hajat) biologis isteri. Hajat biologis adalah kodrat pembawaan hidup. Oleh
karena itu, suami wajib memperhatikan hak isteri dalam hal ini. Ketentraman dan
keserasian hidup perkawinan antara lain ditentukan oleh faktor hajat biologis
ini. Kekecewaan yang dialami dalam masalah ini dapat menimbulkan keretakan
dalam hidup perkawinan, bahkan tidak jarang terjadi penyelewengan isteri
disebabkan adanya perasaan kecewa dalam hal ini.
3.
Hak-hak suami
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi isteri
hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan sebab menurut hukum Islam isteri tidak
dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan hidup
keluarga. Bahkan, lebih diutamakan isteri tidak usah ikut bekerja mencari
nafkah jika suami memang mampu memenuhi kewajiban nafkah keluarga dengan baik.
Hal ini dimaksudkan agar isteri dapat mencurahkan perhatiannya untuk melaksanakan
kewajiban membina keluarga yang sehat dan mempersiapkan generasi yang saleh.
Kewajiban ini cukup berat bagi isteri yang memang benar-benar akan melaksanakan
dengan baik.
Namun, tidak dapat dipahamkan bahwa Islam
dengan demikian menghendaki agar isteri tidak pernah melihat dunia luar, agar
isteri selalu berada di rumah saja. Yang dimaksud ialah agar isteri jangan
sampai ditambah beban kewajibannya yang telah berat itu dengan ikut mencari
nafkah keluarga. Berbeda halnya apabila keadaan memang mendesak, usaha suami
tidak dapat menghasilkan kecukupan nafkah keluarga. Dalam batas-batas yang
tidak memberatkan, isteri dapat diajak ikut berusaha mencari nafkah yang
diperlukan itu.
Hak-hak suami dapat disebutkan pada pokoknya
ialah hak ditaati mengenai hal-hal yang menyangkut hidup perkawinan dan hak
memberi pelajaran kepada isteri dengan cara yang baik dan layak dengan
kedudukan suami isteri.
1)
Hak di taati Q.S.
An-Nisa : 34 mengajarkan bahwa kaum laki-laki (suami) berkewajiban memimpin
kaum perempuan (isteri) karena laki-laki mempunyai kelebihan atas kaum
perempuan (dari segi kodrat kejadiannya), dan adanya kewajiban laki-laki
memberi nafkah untuk keperluan keluarganya.
Isteri-isteri
yang saleh adalah yang patuh kepada Allah dan kepada suami-suami mereka serta
memelihara harta benda dan hak-hak suami,meskipun suami-suami mereka dalam
keadaan tidak hadir, sebagai hasil pemeliharaan Allah serta taufik-Nya kepada
isteri-isteri itu. Hakim meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ :
سَألْتُ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : اَىُّ النَّاسِ أَعْظَمُ حَقَّا عَلَى
الْمَرْأَةِ ؟ قَالَ : زَوْجُهَا. قَالَتْ : فَأَ ىُّ النَّاسِ اَعْظَمُ حَقَّا
عَلىَ الرَّ جُلِ ؟ قَالَ : اُمُّهُ (رواه الحا كم)
Artinya:“Dari
Aisyah, ia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah SAW : Siapakah orang yang
paling besar haknya terhadap perempuan? Jawabnya : Suaminya. Lalu saya bertanya
lagi: Siapakah orang yang paling besar haknya terhadap laki-laki? Jawabannya:
Ibunya.”
Dari bagian pertama ayat 34 Q.S. : An-Nisa
tersebut dapat diperoleh ketentuan bahwa kewajiban suami memimpin isteri itu
tidak akan terselenggara dengan baik apabila isteri tidak taat kepada pimpinan
suami. Isi dari pengertian taat adalah :
1. Isteri
supaya bertempat tinggal bersama suami di rumah yang telah disediakan
2. Taat
kepada perintah-perintah suami, kecuali apabila melanggar larangannya
3. Berdiam
di rumah, tidak keluar kecuali dengan izin suami
4. Tidak
menerima masuknya seseorang tanpa izin suami
2) Hak
memberi pelajaran
Bagian
kedua dari ayat 34 Q.S. An-Nisa mengajarkan, apabila terjadi kekhwatiran suami
bahwa isterinya bersikap membangkang (nusyus), hendaklah nasihat secara
baik-baik. Apabila dengan nasihat, pihak isteri belum juga mau taat, hendaklah
suami berpisah tidur dengan isteri. Apabila masih belum juga kembali taat,
suami dibenarkan member pelajaran dengan jalan memukul (yang tidak melukai dan
tidak pada bagian muka).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kewajiban
suami istri adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi untuk
istrinya. Sedangkan kewajiban istri adalah sesuatu yang harus istri laksanakan
dan lakukan untuk suaminya. Begitu juga dengan pengertian hak suami adalah
sesuatu yang harus diterima suami dari istrinya. Sedangkan hak isteri adalah
sesuatu yang harus di terima isteri dari suaminya. Dengan demikian kewajiban
yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak isteri.
Hak-hak dalam perkawinan itu dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu: hak bersama, hak isteri yang menjadi kewajiban suaminya dan hak
suami yang menjadi kewajiban isteri.
B. Saran
Demikian
makalah ini yang dapat kami sajikan, kami berharap makalah ini dapat berkembang
dengan berjalannya diskusi yang akan dijalankan oleh teman-teman. Kurang
lebihnya kami mohon maaf, untuk itu kepada para pembaca mohon kritik dan saran
yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Audah,
Abdul Qadir. Tanpa tahun. At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamy. Beirut: Dar Al-Kitab
Al-‘Araby.
Basyir,
Ahmad Azhar, H., 2007. Hukum Perkawinan Islam. Cet. 11 Yogyakarta: UII Press.
Furqan,
H. Arif, dkk. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta: Departemen Agama
RI, Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam.
Ghozali,
Abdul Rahman, Prof., DR., M.A., 2008. Fiqih Munakahat. Cet. 3 Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Hanafi,
Ahmad. 1990. Asas-Asas Hukum Pidana Islam Cet. 4. Jakarta: Bulan Bintang.
Kumpulan
Hadits Riwayat Bukhary dan Muslim. 2002.
Prof. Dr. H.M.A Tihami,
M.A., M.M , Drs. Sohari Sahrani, M.M., M.H.
Fiqh Munakahat (kajian Fiqh Nikah Lengkap). Jakarta: Rajawali Pers, 2010,
cet. ke-2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar